Nasional

Istana Bantah Gunakan Jasa Influencer

Sinarpembaruan.com, Jakarta – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian membantah ada pandangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa kurang percaya diri untuk menyosialisasikan program kerjanya, sehingga menggunakan jasa influencer.

“Saya kira tidak. Karena namanya program harus dipahami sampai ke pelosok, sampai ke desa-desa, ke daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh media,” kata Donny Gahral Adian, Jumat (21/8/2020).

Menurutnya, agar program pemerintah bisa sampai dan dipahami masyarakat hingga ke desa-desa atau pelosok Tanah Air, maka Jokowi menggunakan influencer. Karena mereka mempunyai sosial media (sosmed) yang jangkauannya lebih luas, terutama di kalangan milenial.

“Nah, influencer itu kan kita tahu menggunakan sosmed. Sosmed kan banyak yang menggunakan. Jadi saya kira bukan tidak percaya diri tapi jangkauannya lebih luas, terutama di kalangan milenial,” ujar Donny Gahral Adian.

Sebab, lanjut Donny, sekitar 40 persen populasi penduduk Indonesia termasuk kelompok milenial. Sehingga dibutuhkan influencer yang mampu menerangkan program pemerintah yang dilakukan bagi masyarakat.

“Karena 40 persen populasi kita milenial, sehingga program-program itu bisa dipahami. Misalnya, bansos. Orang kan tidak tahu bagaimana melakukan bansos, daftarnya ke mana, prosedurnya seperti apa. Nah itu penting kan untuk disosialisasikan,” jelas Donny Gahral Adian.

Ditegaskannya sekali lagi, Presiden Jokowi melibatkan influencer untuk mempromosikan program pemerintah bukan karena tidak percaya dengan kebijakannya sendiri. Tetapi Jokowi ingin program atau kebijakannya dapat dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia.

“Bukan tidak percaya dengan kebijakannya. Kebijakannya sih fine-fine saja, tapi supaya semua orang paham bahwa kebijakan ini suatu yang baik dan bermanfaat,” papar Donny Gahral Adian.

Seperti diketahui, pada Rabu (14/7/2020), Presiden Jokowi mengundang artis-influencer ke Istana Negara. Setidaknya ada 23 orang yang diundang Jokowi ke Istana, termasuk di antaranya Erdian Aji Prihartanto dan Yuni Shara.

Saat itu, menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama, tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mengedukasi masyarakat. “Agar [sosialisasi protokol kesehatan] lebih dapat didengar, disosialisasikan, dilaksanakan oleh masyarakat secara lebih luas,” kata Wishnutama.

Sementara itu, ICW mengkritik besarnya anggaran belanja pemerintah pusat untuk menggandeng influencer demi menyosialisasikan berbagai kebijakan. Tercatat total anggaran belanja untuk aktivitas yang melibatkan influencer sejak tahun 2017 sampai saat ini mencapai Rp 90,45 miliar.

Tren penggunaan jasa influencer ini mulai dilirik oleh pemerintah sejak tahun 2017. Tercatat ada lima paket pengadaan dengan nilai kontrak mencapai Rp 17,68 miliar dan terus meningkat pengadaannya dari tahun ke tahun.

Penggunaan influencer ini, menurut ICW menggambarkan adanya rasa ketidakpercayaan diri pada pemerintah pusat atas kebijakan yang dilahirkan. Seperti di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang harus menggelontorkan anggaran Rp 114.400.000 pada 2019 lalu, untuk pengadaan sosialisasi PPDB melalui influencer media sosial artis Gritte Agatha dan Ayushita WN. Masih di tahun yang sama sosialisasi PPDB juga kembali melibatkan influencer artis Ahmad Jalaluddin Rumi dan Ali Syakieb dengan nilai kontrak serupa Rp 114.400.000. (Beritasatu.com)

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Close
Close