
Sinarpembaruan.com, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani meminta Polri bekerjasama dengan PPNS dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menyelidiki apa yang dikeluhkan para tenaga medis. Mereka mengeluhkan kesulitan mendapatkan APD untuk menjalankan tugasnya dalam penanganan pandemi virus corona di daerahnya masing-masing.
“Perusahaan dan suplier APD itu kan tidak banyak, jadi para penyelidik mudah-mudahan tidak banyak menemui kesulitan, agar dalam proses penyelidikan itu Polri dan PPNS atau pejabat berwenang Kemendag turun mendatangani mereka, mengecek arus suplai-distribusi APD mereka dan melihat harganya di lapangan,” kata Arsul Sani di Jakarta, Sabtu (21/3/2020).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP ini mengingatkan ketentuan pidana dalam Pasal 107 dan 108 Undang-undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang bisa dipergunakan sebagai dasar hukum pidana materielnya.
“Dengan menggunakan Pasal 107 tersebut, Polri atau PPNS yang berwenang memproses hukum terhadap siapapun yang menimbun atau menyimpan barang penting seperti APD pada saat terjadi kelangkaan sedang barang tersebut dibutuhkan. Ancaman hukuman pidananya sampai dengan 5 tahun penjara dan denda Rp50 milyar,” tegas Wakil Ketua MPR RI ini.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 108 Undang-undang No. 7 Tahun 2014 itu, mereka yang melakukan manipulasi data atau informasi mengenai barang penting seperti APD tersebut diancam pidana penjara 4 tahun dan denda Rp10 milyar.
Sebagai informasi, politisi PPP ini mengaku menerima keluhan para tenaga medis dari berbgaai daerah, yang kesulitan mendapatkan APD. Jika pun ada APD pada supliernya, harganya melonjak tidak masuk akal. Harga yang melambung tinggi itu bukan hanya harga masker.
“Ada baju hazmat yang hanya sekali pakai (disposable) biasanya hanya puluhan ribu rupiah, tapi sekarang kalo mau beli sudah ratusan ribu. Sedang baju hazmat yang bisa dicuci dan dipakai ulang sudah menembus satu juta harganya,” terangnya. (AR)