
Sinarpembaruan.com, Jakarta – Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2004-2007 Ramlan Surbakti tak setuju dengan penerapan sistem e-voting pada pemilihan umum (Pemilu). Hal itu dinggap sebagai penyerahan kedaulatan pada mesin.
“Alasan mengapa saya menolak e-voting saya merasa menyerahkan kedaulatan saya kepada mesin,” kata Ramlan Surbakti.
Ia menyadari penggunaan elektronik sangat penting dalam pemilu. Namun, Ramlan tetap tidak setuju jika Pemilu dilakukan secara e-voting.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Tito Karnavian mengusulkan sistem e-voting pada pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang. Hal ini untuk mencegah Pemilu berbiaya politik tinggi.
“Lalu untuk menekan biaya tinggi, mungkin perlu diterapkan e-voting, jadi biayanya lebih rendah,” ujar Tito.
Sistem e-voting sudah mulai dilakukan di beberapa daerah pada pemilihan kepala desa. Karena itu, ia berharap sistem e-voting bisa diterapkan hingga di tingkat nasional.
“Mengapa tak diterapkan di tingkat nasional. Itu lebih murah, lebih cepat, tak perlu quick count dan beberapa saat sudah real count,” tutupnya. (AT)