Indonesia Dinilai Belum Maju, Peneliti INDEF Beberkan Alasannya

Sinarpembaruan, Jakarta – Kamar Dagang Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR) mencabut label negara berkembang sejumlah negara, salah satunya Indonesia. Pencabutan ini menyulap Indonesia secara seketika menjadi negara maju, jika mengacu kepada skema Countervailing Duty (CVD) yang dipakai USTR.
“Pemerintah jangan bangga dulu, karena selama ini kalau dilihat dari indikatornya tadi, kita sebenarnya belum bisa masuk ke sana (negara maju),” ujar Peneliti Senior INDEF Aviliani di ITS Office Tower, Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dalam sebuah diskusi bertajuk “Salah Kaprah Status Negara Maju”, Kamis (27/2/2020).
Aviliani membeberkan sejumlah indikator ekonomi tersebut, yang menunjukan Indonesia belum bisa dikatakan sebagai negara maju. Di antaranya, angka kemiskinan yang masih cukup tinggi, yakni 24,79 juta jiwa per September 2019 (menurut data BPS).
Selain itu, angka pengangguran yang masih mencapai 7 juta jiwa juga masuk ke dalam satu indikator ini. Belum lagi melihat nilai Pendapatan Nasional Per Kapita (Gross National Income/GNI) Indonesia per 2018 yang batu mencapai 3.840 dolar Amerika Serikat, alias jauh lebih rendah dari minimum GNI negara maju sebesar 12.235 dolar Amerika Serikat (per 2016). (FN)