Mahfud MD Sambagi KPK Laporkan Hartanya

JAKARTA- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD Laporan kembali Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (2/12/2019).
Mahfud menyatakan pelaporan harta kekayaan merupakan kewajibannya sebagai penyelenggara Negara di Republik ini.
“Saya ke sini (KPK) untuk memenuhi kewajiban sebagai penjabat negara yaitu
menyerahkan LHKPN, hanya itu tidak ada yang lain,” kata Mahfud di Gedung
KPK, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Mahfud mengaku terakhir melaporkan hartanya pada 1 April 2013 selaku Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara saat menjadi Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Mahfud mengakui tak melaporkan hartanya ke KPK. “Saya kan di situ baru. Jadi saya terakhir lapor sebagai pejabat itu terakhir ketika jadi Ketua MK dan di Badan Pancasila itu baru 2018, kan,” kata Mahfud.
Dalam LHKPN yang dilaporkannya terakhir pada 1 April 2013 atau saat menjadi Ketua MK, Mahfud MD tercatat memiliki harta senilai Rp 15,063 miliar dan US$ 104.615. Saat itu, Mahfud mengaku hartanya terdiri dari 14 bidang tanah dan bangunan senilai Rp 4,26 miliar yang tersebar di Jakarta, Sleman, dan Pamekasan. Kemudian, Mahfud MD juga tercatat memiliki enam unit kendaraan bermotor dengan total nilai sebesar Rp 777 juta. Lalu, Mahfud MD juga mempunyai harta bergerak lainnya senilai Rp 73,2 juta serta giro dan setara kas bernilai Rp 9,953 miliar dan US$ 104.615.
Dibanding laporannya enam tahun lalu, Mahfud mengaku hartanya mengalami peningkatan. Namun, Mahfud enggan menyebut jumlah harta yang dilaporkannya saat ini.
“Sejak jaman saya laporan terakhir itu tahun 2013, tentu ada penambahan, kan sudah enam tahun,” kata Mahfud.
Sebelumnya, KPK mencatat terdapat sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Maju yang belum menyetor LHKPN. Mahfud MD pun mengimbau para menteri, terutama yang berasal dari pihak swasta untuk segera melaporkan hartanya ke KPK.
“Menteri-menteri saya dengar yang agak lambat itu kan yang dari swasta, karena itu (LHKPN) memang rumit laporannya, bukan enggak mau, memang rumit. Kalau seperti saya ini kan sejak tahun 2002, saya laporan dua tahun sekali. Jadi pejabat dua tahun lapor, dua tahun lapor, sehingga tinggal nyambung saja, yang berubah mana, yang nyambung mana,” katanya.