Munas Golkar Tidak Akan Timbulkan Gesekan

JAKARTA-Analis komunikasi dan marketing politik UGM Yogyakarta Nyarwi Ahmad menilai peluang ketua umum Golkar Airlangga Hartarto sebagai inkumben masih besar harapan untuk terpilih kembali sebagai ketua umum pada Musyawarah Nasional atau Munas Golkar.
“Airlangga Hartarto masih berpeluang besar memimpin Golkar. Besar kemungkinan musyawarah mufakat akan ditempuh,” kata dia, melalui pernyataan tertulis, Ahad malam, 17 November 2019.
Nyarwi memprediksi tidak akan terjadi “guncangan” dalam Munas Golkar yang akan digelar pada awal Desember mendatang. Apalagi, kata dia, Presiden RI Joko Widodo sudah mengingatkan soal itu pada saat menghadiri peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke55 Golkar.
Menurut dia, Jokowi perlu mengingatkan karena jika terjadi guncangan di internal Golkar akan berdampak terhadap stabilitas dukungannya pada pemerintahan Jokowi-KH Ma’ruf Amin. “Melihat tradisi dan budaya politik elite Golkar yang cenderung “mendengarkan” dan “mengikuti” apa yang diinginkan rezim politik dan pemerintahan yang berkuasa, kecil kemungkinan terjadi guncangan kepemimpinan dalam Golkar.”
Saat ini, kata Nyarwi, sudah muncul empat nama yang digadang-gadang mencalonkan diri sebagai ketua umum pada Munas Golkar mendatang. Selain Airlangga Hartarto sebagai inkumben, muncul sejumlah nama yang disebut-sebut bakal mencalonkan diri, seperti Ridwan Hisjam, Indra Bambang Utoyo, dan Bambang Soesatyo. “Sepertinya, tiga calon ketua umum yang lain sepertinya akan lebih menahan diri untuk tidak menggeser kepemimpinan Airlangga Hartarto dalam waktu dekat.”
Sebelumnya, Partai Golkar telah menggelar rapat pimpinan nasional yang salah satunya memutuskan bahwa Munas Golkar dijadwalkan pada 4-6 Desember 2019. Pada rapimnas, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengajak seluruh kader dan pimpinan partai untuk mengedepankan musyawarah mufakat dalam memilih ketua umum pada Munas Golkar.
Banyak kader Golkar yang sepakat dengan memilih ketua umum secara aklamasi. Namun banyak juga kader yang menolak aklamasi pada Munas Golkar karena dinilai sebagai pengalaman pahit, sebab kala itu justru menimbulkan perpecahan.(i)